PERKEMBANGAN
OTAK MANUSIA
Otak mulai dibentuk sejak dalam kandungan yaitu pada minggu kelima pada kehamilan seorang wanita atau ibu, kita mengenal priode emas otak. Priode emas otak adalah suatu priode ketika otak berkembang dengan sangat cepat, sebutan lain dari priode ini adalah priode pacu tumbuh otak ( brain growth spurt). Priode ini dimulai saat kehamilan memasuki trimester ketiga samapai anak berusia sua tahun.
Saat inilah, otak sangat membutuhkan nutrisi bergizi tinggi sebagai DHA. Pada saat lahir ke dunia, berat otak bayi hanyalah sekisar 350- 400gram otak ini akan terus berkembang mencapai 50%, otak dewasa saat usia enam bulan 80%.
Jenius sesuai harapan Islam
Pasti kita semua mengharapkan anaknya cerdik, pandai dan arif melebihi anak lain. Para pakar menyatakan, sekalipun kearifan seorang anak sangat erat hubungannya dengan genetika bawaan, namun banyak sekali penelitian ilmiah menunjukkan bahwa pembinaan setelah lahir juga merupakan faktor sangat penting yang tidak boleh diabaikan.
Merangsang Pertumbuhan dengan Pendidikan dalam Kandungan. Para dokter menyatakan, bayi dalam kandungan usia tiga bulan sudah mempunyai perasaan, empat bulan sudah mampu merasakan suara dari luar. Suara dari luar ini akan terus merangsang organ indera anak dalam kandungan dan mendorong pertumbuhannya, mempunyai peran yang penting bagi pertumbuhan intelegensi. Pada dasarnya cerebral cortex (bagian otak yang penting untuk mengingat, memperhatikan, menyadari, berpikir, mengerti bahasa dan lain sebagainya) bayi dalam kandungan sudah terbentuk pada usia 5 – 6 bulan, bila pada masa ini diperdengarkan musik ataupun dilakukan pemijatan lembut pada bagian perut akan dapat meningkatkan pertumbuhan intelegensi sang anak.
Fondasi Perkembangan Intelegensi Ditentukan pada Masa Anak-Anak. Sejak bayi dilahirkan, ayah-bunda sudah mempunyai peran penting untuk mengajarkan pengetahuan dasar kepadanya. Kalau saja ayah bunda pada tahap ini dapat membimbing sang anak dengan murah hati, hormat dan penuh kasih sayang, maka bukan saja dapat meletakkan dasar kepribadian yang unik bagi sang anak, bahkan dapat membuat anak memiliki kemampuan belajar dan sikap bergaul yang baik. Dengan demikian, peran ayah bunda bukan hanya membesarkan, bahkan juga memikul tanggung jawab besar sebagai “guru pribadi”.
Para pakar menyatakan, “Anak-anak pada rentang usia 4 sampai dengan 13 tahun, karena belum banyak mengecap asam garam dunia, hatinya masih murni, merupakan masa dengan daya ingat yang paling kuat selama hidupnya. Jika pada masa keemasan ingatan ini memperoleh pendidikan yang baik, akan sangat bermanfaat bagi sepanjang hidupnya.
9 Rahasia Membuat Anak menjadi Pandai/Jenius :
1. Belajar mendengarkan lantunaan music islami (Clasik). Ini merupakan cara yang bagus untuk meningkatkan pembelajaran otak kanan dengan santai dan mudah. Menurut hasil penelitian pada pelajaran musik lantunaan musik ini dapat meningkatkan intelligence quotient dan prestasi sekolah seorang anak. Bahkan semakin lama dipelajari, hasilnya semakin jelas.
2. Beri minum Air Susu Ibu. Banyak penelitian ilmiah membuktikan bahwa air susu ibu (ASI) selain menyediakan berbagai macam zat gizi, juga dapat meningkatkan kekebalan tubuh dan intelegensi bayi. Seorang bayi yang mengonsumsi ASI selama sembilan bulan secara nyata lebih pandai dari pada seorang bayi yang hanya mengonsumsi ASI selama satu bulan.
3. Tingkatkan kesehatan tim peneliti dari University of Illinois telah membuktikan hubungan antara kesehatan dan pelajaran anak di sekolah. Penelitian dari Oppenheimer Funds malah menunjukkan bahwa olah raga berkelompok bukan saja meningkatkan rasa percaya diri, membangun spirit kebersamaan, bahkan dapat memupuk kecakapan memimpin. Delapan puluh satu persen dari para direktris perusahaan pada saat masih kecil, semuanya pernah bergabung dalam suatu kegiatan organisasi.
4. Permainan memang ada banyak games yang bisa membuat pemainnya menjadi brutal, nyentrik ataupun malas berpikir. Namun juga ada sejumlah games yang dapat meningkatkan spirit bersosial, kreativitas dan inspirasi, bahkan ada yang dapat melatih anak untuk berpikir dengan bijaksana serta melatih kemampuan membuat rencana. Penelitian di University of Rochester juga menemukan bahwa anak kecil yang bermain games lebih berkemampuan dalam menemukan petunjuk rasa visual dalam belajar.
5. Menolak junk food kurangi mengonsumsi makanan berkadar gula tinggi, berpantang berbagai makanan berlemak tinggi dan junk food yang lain. Sebaliknya, banyaklah mengonsumsi makanan sehat bergizi tinggi, ini akan meningkatkan perkembangan intelegensi dan motorik anak, terutama bagi bayi yang belum genap dua tahun, hal ini sangat penting. Misalnya, seorang anak harus mengonsumsi sejumlah zat besi untuk membantu pertumbuhan otak. Kalau kurang jumlahnya, penghantaran impuls syaraf akan melemah.
6. Memupuk rasa ingin tahu para pakar mengungkap, ketika orang tua mendorong anak untuk mempunyai pemikiran sendiri, sesungguhnya adalah sedang meng-arahkan mereka pada pentingnya menuntut pengetahuan. Menaruh perhatian yang besar terhadap minat anak, mengenalkan dan mengajarkan ketrampilan baru kepada mereka pada setiap ada kesempatan mendidik di luar rumah, semua ini merupakan cara yang baik sekali guna memupuk dambaan anak untuk menuntut pengetahuan.
7. Membaca sejalan dengan kemajuan teknologi, banyak orang yang mengabaikan pentingnya membaca. Membaca merupakan cara meningkatkan intelligence quotient seseorang yang paling langsung dan efektif. Membacakan cerita untuk anak, menjadi anggota perpustakaan dan menambah koleksi buku bacaan semuanya merupakan cara yang baik untuk memupuk minat membaca seorang anak.
8. Makan pagi pepatah yang mengatakan burung yang bangun pagi akan mendapatkan makanan bukanlah tanpa dasar. Jauh sejak 1970, penelitian ilmiah menemukan seorang anak yang sarapan pada pagi hari memiliki ingatan yang lebih baik, lebih mampu berkonsentrasi dan juga mampu belajar lebih cepat. Dari pada sama sekali tidak makan pagi, makanlah sepotong kue atau minum segelas susu, hal ini akan sangat membantu dalam belajar.
9. Bermain permainan pengasah otak bermain catur, teka-teki silang atau permainan lain dapat merangsang intelegensi. Games Sudoku malah dapat memupuk cara berpikir yang bijaksana dan memupuk kemampuan memecahkan masalah.
Selain hal-hal di atas, pada saat seorang anak masih sangat muda harus sering diajak bercengkrama, mintalah anak mengingat perbendaharaan kata yang sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari ataupun mintalah anak menghafal, semua ini merupakan jurus piawai untuk membantu anak memupuk intelligence quotient. Para pakar menyatakan, “Matikan tv, mintalah anak keluar rumah, mendekatkan diri dengan alam dan mengolah tubuh, merupakan salah satu metode terbaik untuk melatih anak menjadi pandai cekatan dan bertubuh sehat.”
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
Pengertian pendidikan adalah suatu bimbingan atau peran secara sadar oleh sipendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Anak usia dini adalah kelompok manusia yang berusia 0-6 tahun Adapun para pakar pendidikan anak, yaitu kelompok manusia yang berusia 6-8 tahun. Anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik, dalam arti memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan (koordinasi motorik halus dan kasar), intelegensi (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual), sosial emosional (sikap dan perilaku serta agama), bahasa dan komunikasi yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak. Maka dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa anak usia dini adalah kelompok manusia yang berusia 0-8 tahun Pendidikan usia dini adalah pendidikan terpenting karena usia dini merupakan masa unik dalam kehidupan anak-anak. Karena usia ini merupakan masa pertumbuhan yang paling peka dan sekaligus paling sibuk. Pentingnya pendidikan anak usia dini menuntut pendekatan yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran yang memusatkan perhatian pada anak. Sebab anak merupakan dambaaan bagi setiap orang tua dan generasi penerus bangsa, namun salah satu permasalahan yang muncul adalah tidak setiap orang tua atau pendidik memahami cara yang tepat dalam mendidik anak usia dini. Dengan demikian, tidak sedikit orang tua mengalami kekecewaan, karena anak sebagai tumpuan harapan ternyata tidak sesuai yang diharapkan.
Berpijak dari permasalahan tersebut Mansur terpanggil untuk ikut serta menyumbangkan pemikirannya dengan menghadirkan buku ini.Buku yang mencakup pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini, pentingnya pendidikan anak usia dini, serta strategi mendidik anak usia dini.
MENGENAL PENDIDIKAN PADA MASA
KANAK-KANAK
Kanak-kanak dimulai dari selesainya masa menyusui hingga anak berumur enam atau tujuh tahun. Masa ini termasuk masa yang sangat sensitif bagi perkembangan kemampuan berbahasa, cara berpikir, dan sosialisasi anak. Di dalamnya terjadilah proses pembentukan jiwa anak yang menjadi dasar keselamatan mental dan moralnya. Pada saat ini, orang tua harus memberikan perhatian ekstra terhadap masalah pendidikan anak dan mempersiapkannya untuk menjadi insan yang handal dan aktif di masyarakatnya kelak. Konsep pendidikan yang tepat untuk diterapkan pada masa ini adalah sebagai berikut.
1. Mengenalkan Anak kepada Allah SWT
Anak atau bahkan manusia secara umum diciptakan dengan membawa bakat iman kepada Allah SWT. Hal itu kita buktikan dengan adanya pertanyaan-pertanyaan yang selalu ada di benaknya tentang asal-muasal dunia. Dari mana ia datang? Siapakah yang menciptakan kedua orang tuanya? Dari manakah asalnya mereka yang berada di sekelilingnya? Anak, dengan kemampuan berpikirnya yang sangat terbatas, siap untuk menerima teori adanya Tuhan yang menciptakan alam? Kewajiban ayah dan ibu adalah memanfaatkan pertanyaan-pertanyaan tersebut untuk mengenalkannya pada Allah SWT, Tuhan yang Maha pencipta. Tentu saja, pengenalan tersebut sebatas kemampuan sang anak dalam mencerna pembicaraan dan permasalahan yang ada di hadapannya. Pengenalan anak pada keimanan kepada Allah SWT sama-sama ditekankan, baik oleh para ulama agama maupun para pakar ilmu jiwa. “(Teori FILSAFAT tentang keimanan kepada Tuhan) merupakan nilai terpenting yang harus ditanamkan pada anak sejak usia dini. Hal itu akan memberinya semangat dalam menempuh kehidupan di dunia dan membuatnya percaya akan kemurahan dan kemampuan Tuhan. Selain itu, sang anak yang memiliki bekal agama akan terhindar dari perbuatan-perbuatan keji dan nista”.Pendidikan pada masa ini sebaiknya dijalankan secara bertahap sesuai dengan usia, kemampuan berpikir anak, dan kematangan bahasa dan nalarnya. Imam Muhammad
Baqir a.s. dalam hal pendidikan bertahap ini mengatakan,
إذا ﺑﻠﻎ اﻟﻐﻼم ﺛﻼث ﺳﻨﯿﻦ ﯾﻘﺎل ﻟﮫ : ﻗﻞ ﻻ اﻟﮫ إﻻ اﷲ ﺳﺒﻊ ﻣﺮات , ﺛﻢ ﯾﺘﺮك ﺣﺘﻰ ﺗﺘﻢ ﻟﮫ ﺛﻼث ﺳﻨﯿﻦ وﺳﺒﻊ
أﺷﮭﺮ وﻋﺸﺮون ﯾﻮﻣﺎ ﻓﯿﻘﺎل ﻟﮫ : ﻗﻞ ﻣﺤﻤﺪ رﺳﻮل اﷲ ﺳﺒﻊ ﻣﺮات , وﯾﺘﺮك ﺣﺘﻰ ﯾﺘﻢ ﻟﮫ أرﺑﻊ ﺳﻨﯿﻦ ﺛﻢ ﻗﺎل ﻟﮫ
: ﻗﻞ ﺳﺒﻊ ﻣﺮات ﺻﻠّﻰ اﷲ ﻋﻠﻰ ﻣﺤﻤﺪ وآﻟﮫ ﺛﻢ ﯾﺘﺮك ﺣﺘﻰ ﯾﺘﻢ ﻟﮫ ﺧﻤﺲ ﺳﻨﯿﻦ ﺛﻢ ﯾﻘﺎل ﻟﮫ : أﯾّﮭﻤﺎ ﯾﻤﯿﻨﻚ و
أﯾّﮭﻤﺎ ﺷﻤﺎﻟﻚ ؟ ﻓﺈذا ﻋﺮف ذﻟﻚ ﺣﻮّل وﺟﮭﮫ إﻟﻰ اﻟﻘﺒﻠﺔ وﯾﻘﺎل ﻟﮫ :اﺳﺠﺪ , ﺛﻢ ﯾﺘﺮك ﺣﺘﻰ ﯾﺘﻢ ﻟﮫ ﺳﺒﻊ ﺳﻨﯿﻦ ﻓﺈذا
ﺗﻢ ﻟﮫ ﺳﺒﻊ ﺳﻨﯿﻦ ﻗﯿﻞ ﻟﮫ اﻏﺴﻞ وﺟﮭﻚ وﻛﻔﯿﻚ ﻓﺈذا ﻏﺴﻠﮭﻤﺎ ﻗﯿﻞ ﻟﮫ ﺻﻞّ ﺛﻢ ﯾﺘﺮك , ﺣﺘﻰ ﯾﺘﻢ ﻟﮫ ﺗﺴﻊ ﺳﻨﯿﻦ ,
ﻓﺈذا ﺗﻤﺖ ﻟﮫ ﺗﺴﻊ ﺳﻨﯿﻦ ﻋﻠﻢ اﻟﻮﺿﻮء وﺿﺮب ﻋﻠﯿﮫ وأﻣﺮ ﺑﺎﻟﺼﻼة وﺿﺮب ﻋﻠﯿﮭﺎ ﻓﺈذا ﺗﻌﻠﻢ اﻟﻮﺿﻮء
واﻟﺼﻼة ﻏﻔﺮ اﷲ ﻋﺰّ وﺟﻞ ﻟﮫ وﻟﻮاﻟﺪﯾﮫ إﻧﺸﺎء اﷲ
Artinya: Jika anak telah berumur tiga tahun, ajarilah ia kalimat “Laa ilaaha illallah”(tiada Tuhan selain Allah) sebanyak tujuh kali lalu tinggalkan ia. Saat ia berusia tiga tahun tujuh bulan dua puluh hari, katakan kepadanya “Muhammad Rasulullah”(Muhammad adalah utusan Allah) sebanyak tujuh kali, lalu tinggalkan sampai ia berumur empat tahun. Kemudian, ajarilah ia untuk mengucapkan “Shallallaah ‘alaa Muhammad wa aalihi” (Salam sejahtera atas Muhammad dan keluarganya).
Setelah ia genap berusia lima tahun, tanyakanlah kepadanya mana kanan dan mana kiri? Jika ia mengetahui arah kanan dan kiri palingkan wajahnya untuk menghadap kiblat dan perintahkanlah ia untuk bersujud lalu tinggalkan. Setelah ia berumur tujuh tahun suruhlah ia untuk mencuci wajah dan kedua tangannya dan perintahkanlah ia untuk shalat lalu tinggalkan. Saat ia berusia genap sembilan tahun ajarilah wudhu dan shalat yang sebenarnya dan pukullah ia bila meninggalkan kewajibannya ini. Jika anak telah mempelajari wudhu dan shalat dengan benar, maka Allah akan mengampuninya dan mengampuni kedua orang tuanya, Insya Allah. Para pakar psikologi pun mendukung kebenaran teori yang diberikan oleh Imam Baqir di atas. Mereka mengatakan, “Saat berusia dua sampai tiga tahun, anak mulai menunjukkan kemampuannya menyebutkan benda-benda dan hubungan yang dilihatnya. Di akhir tahun ketiga, anak mulai bisa menggunakan kata-kata dan merangkainya sesuai dengan tata bahasa yang benar dan saat itulah ia telah dapat menyusun kalimat-kalimatnya yang masih sangat sederhana dengan baik dan benar”. Menanamkan benih-benih keimanan di hati sang anak pada usia dini seperti ini sangat penting dalam program pendidikannya. Anak di usianya yang dini tertarik untuk meniru semua tindak-tanduk ayah ibunya, termasuk yang menyangkut masalah keimanan.
Pada masa ini Anak sangat membutuhkan hubungan cinta, kasih sayang dan kelembutan. Karena itu, sebaiknya orang tua mencurahkan cinta dan kasih sayang mereka kepada anak sebesar-besarnya dan sedapat mungkin menghindari hal-hal yang bersifat kekerasan. Dengan demikian, gambaran yang akan terukir di benak sang anak adalah bahwa Allah SWT adalah Tuhan yang baik dan penyayang yang membuatnya tertarik untuk mencintai Allah dan berkeyakinan bahwa Allahlah yang memberinya rasa kasih sayang. Jika kita hendak mengenalkan sang anak kepada hari kiamat, maka sebaiknya kita menitikberatkan keterangan pada kenikmatan-kenikmatan yang akan didapat oleh orang yang shaleh karena hal itu sangat sesuai dengan tabiatnya yang menyukai makanan, minuman, permainan dan lainnya. Kita katakan bahwa mereka akan mendapatkan semua kesenangan itu jika berbuat baik dan taat pada agama. Tetapi jika tidak, maka mereka tidak akan mendapatkan apa yang mereka inginkan. Pengenalan terhadap api neraka dan siksaan yang ada di dalamnya dapat diberikan saat anak menginjak usia yang lebih matang.
2. Menanamkan Cinta kepada Nabi SAW dan Ahlul Bait a.s.
Masa kanak-kanak juga merupakan masa pertumbuhan emosional anak dengan mulai cara belajar mencintai atau membenci sesuatu. Tugas orang tua adalah membangkitkan potensi alamiahnya ini dan mengarah-kannya pada contoh dan teladan kehidupan umat manusia dengan menanamkan rasa cinta kepada Nabi SAW dan Ahlul Bait a.s. dilubuk hati anak. Rasulullah SAW bersabda,
أدّﺑﻮا أوﻻدﻛﻢ ﻋﻠﻰ ﺛﻼث ﺧﺼﺎل : ﺣﺐّ ﻧﺒﯿﻜﻢ , وﺣﺐ أھﻞ ﺑﯿﺘﮫ , وﻗﺮاءة اﻟﻘﺮآن
Artinya: Didiklah anak kalian tentang tiga hal, cinta kepada nabi kalian, cinta kepada Ahlul Baitnya a.s., dan membaca Al-Qur’an.
Metode terbaik yang apabila dijalankan oleh para orangtua adalah menceritakan riwayat hidup manusia-manusia suci itu dan perilaku mereka di tengah masyarakat, khususnya yang menyangkut sikap ramah, lemah-lembut dan kemurahan hati mereka, juga ketabahan dan kesabaran mereka dalam menghadapi segala kesulitan maupun gangguan orang lain. Dengan mendengar kisah teladan seperti ini, secara otomatis, anak akan mencintai mereka dan membenci orang-orang yang memusuhi mereka, yaitu kaum kafir dan durjana. Mengajak anak untuk mengenal Al-Qur’an sejak dini akan membuatnya akrab dengan kitab suci ini. Dengan keakrabannya ini, ia dapat mengetahui makna firman Allah, khususnya ayat-ayat yang mudah dimengerti artinya. Realita membuktikan bahwa seorang anak dari masa ini mampu untuk mengulangi apa yang ia dengar dan menghapalnya dengan mudah. Jika kemampuan ini diarahkan kepada Al-Qur’an, maka anak akan merasa tertarik dan menjadi akrab dengannya. Apabila anak telah sampai pada tingkat cinta kepada Al-Qur’an, maka kitab Allah ini akan menjadi panduan bagi semua tindakan dan pemikirannya.
3. Mendidik Anak untuk Taat kepada Orang Tua
Ayah dan ibu memiliki peran yang sangat besar dalam pendidikan anak karena tanggung jawab untuk mendidik anak ada di pundak mereka. Merekalah yang bertugas yang menciptakan kepribadian anak di masa mendatang. Sementara itu, sekolah dan lingkungan memainkan peran kedua setelah peran mereka.
Jika seorang anak tidak terbiasa untuk patuh dan taat pada kedua orang tuanya, ia tidak mungkin mau mendengar nasehat, bimbingan, dan kata-kata mereka. Anak yang tumbuh dengan perilaku demikian akan menciptakan masalah bagi dirinya sendiri, orang tua, dan masyarakat sekitarnya. Kelak, ia akan menjadi seseorang yang tidak mengindahkan norma-norma yang ada di tengah masyarakat dan undang-undang yang disusun negara.
Mendidik anak untuk patuh dan taat pada orang tua menuntut kesabaran dan keuletan yang tinggi dari mereka berdua dalam membiasakan anak untuk mendengar kata-kata mereka. Anak di usia dini sedang mencari jati diri dan kebebasan, karena itulah kita katakan pekerjaaan ini menuntut keuletan dan kesabaran ekstra dari orang tua. Cara terbaik yang yang harus mereka lakukan dalam membiasakan anak untuk patuh adalah memberinya kasih sayang yang cukup.
4. Antara Sikap Lembut dan Keras
Menghormati anak, memperlakukannya dengan baik, menunjukkan rasa cinta kepada anak, menanamkan pada dirinya bahwa ia memiliki tempat di hati orang tua dan masyarakat sekitarnya, semua itu tidak boleh dilakukan secara berlebihan dan melampui batas kewajaran. Orang tua tidak boleh memberinya kebebasan mutlak sehingga anak bisa berbuat apa saja semuanya. Karena itu, diperlukan adanya konsep yang menyeimbangkan sikap orang tua terhadap anak.
Berdasarkan konsep tersebut, orang tua tidak memberikan kebebasan mutlak dan tidak pula bersikap keras terhadap semua tindakan yang dilakukan anak. Dengan kata lain, orang tua harus menerapkan sikap lembut dan keras dengan batasnya masing-masing.
Sikap netral seperti ini hendaknya diusahakan untuk dipertahankan sampai anak melewati masa kanak-kanaknya dan mampu membedakan antara perbuatan yang benar dan terpuji dngan perbuatan yang salah dan dibenci. Sebab, tahun-tahun pertama adalah masa yang sangat sensitif dalam membentuk karakter dan jati diri anak. Banyak riwayat yang menyebutkan pentingnya menjaga keseimbangan sikap dalam berhubungan dengan anak.
Karena Itu ketika anak melakukan tindakan salah dan tidak terpuji, tugas orang tua adalah mengingatkannya bahwa bahwa perbuatan tersebut memiliki dampak negatif dan harus secepatnya ditinggalkan dan tidak diulangi lagi. Namun jika nasehat dan sikap lemah-lembut ini tidak meninggalkan kesan apa-apa, maka tibalah giliran mereka harus bersikap tegas dan menghukum sisi psikis anak, bukan badannya.Sebab, hukuman terhadap jiwa anak lebih baik dari hukuman terhadap sisi jasmaninya. Imam Musa Kadzim bin Ja’far a.s. saat menjawab pertanyaan bagaimana mestinya orang tua bersikap terhadap anaknya, mengatakan,
ﻻﺗﻀﺮﺑﮫ واھﺠﺮه ... وﻻ ﺗﻄﻞ
Artinya: (Jika anak melakukan kesalahan) jangan kau pukul dia, tapi diamkanlah (tidak berbicara dengannya)… tetapi, jangan biarkan keadaan ini berlangsung lama.
Imam Musa a.s. tidak menganjurkan untuk memperlakukan anak dengan amat longgar saat ia melakukan kesalahan, juga tidak menyuruh menghukum anak dengan mendiamkannya dalam waktu yang lama. Akan tetapi, beliau mengajarkan bagaimana bersikap netral dan menyeimbangkan sikap lembut dan keras. Berlebihan atau sebaliknya, bersikap tidak acuh pada satu masalah akan menimbulkan banyak dampak negatif terhadap perkembangan nalar, emosi, dan perilaku anak. Cara mendidik yang benar adalah dengan menyeimbangkan antara pujian dan hukuman bagi anak. Pujian yang berlebihan akan berakibat sama buruknya dengan hukuman berlebihan karena kedua-duanya akan mengganggu keseimbangan mental anak dan membuatnya gelisah. “Anak yang tumbuh besar dalam lingkungan kasih sayang yang berlebihan akan lemah dalam menghadapi tantangan kehidupan dan tidak mampu untuk berdiri di atas kaki sendiri”.
Kematangan emosi anak manja akan jauh lebih lambat dibanding dengan anak-anak lainnya. Masa kanak-kanak bagi anak seperti ini akan lebih panjang.Ia akan selalu memerlukan bantuan dan bimbingan orang tuanya dalam semua hal. Hal ini akan berlangsung sampai sang anak menginjak usia dewasa. Dalam kehidupan sehari-hari, kita banyak menyaksikan anak-anak atau bahkan orang dewasa yang selalu menunggu uluran tangan orang lain atau masyarakat dalam menyelesaikan urusan mereka. Mereka pun selalu mengharapkan orang lain untuk mendukung pendapatnya dan selalu mengharapkan pujian dari pihak lain. Orang-orang seperti ini tidak mampu menghadapi tantangan kehidupan. Hal yang sama juga terjadi pada anak yang merasa terbuang dan tidak atau kurang mendapat perhatian, atau anak yang sering mendapat kecaman, cacian atau hukuman dari kedua orang tuanya menentang. Karena itulah, sering kita temukan dalam kehidupan anak-anak berandal dan suka mengganggu orang lain umumnya adalah mereka yang di masa kecil sering menjadi sasaran cacian, makian, dan pukulan. Tugas orang tua adalah mengajarkan kepada anak-anak mana perbuatan yang terpuji dan mana yang tercela serta bahwa pujian atau celaan yang didapatkan oleh seseorang dikarenakan perbuatan yang ia lakukan. Dengan demikian, kita telah menanamkan di hati mereka rasa cinta terhadap kebajikan dan rasa benci terhadap kemungkaran.
Di samping itu, kita harus berusaha untuk memperkuat tekad dan kemauan pada dirinya agar kelak, ia menjadi orang yang berkemauan keras dalam melakukan kebajikan dan meninggalkan kemungkaran. Hal itu jauh lebih baik dari pada anak meninggalkan perbuatan buruk karena takut hukuman atau melakukan kebaikan karena menginginkan pujian. Orang tua hendaknya menjadikan hukuman dan pujian yang dilakukannya murni bermaksud mendidik, bukan karena emosi pribadi mereka. Sering terjadi, seseorang mendapat masalah yang membangkitkan emosinya, lalu anak yang menjadi sasaran amarahnya meskipun si anak tidak berbuat kesalahan apapun. Rasulullah SAW melarang untuk menghukum anak saat amarah sedang memuncak Ada beberapa keadaan yang harus diperhatikan oleh orang tua agar tidak menimbulkan dampak negatif pada perkembangan nalar dan emosi anak. Sebagai contoh, umumnya anak ketika ia memecahkan benda berharga akan bergembira karena ia merasa telah melakukan perbuatan yang sangat terpuji dengan menjadikan satu benda menjadi beberapa keping. Saat itu ia menunggu untuk mendapat pujian akan pekerjaannya tersebut. Namun malang, orang tua biasanya bukan hanya tidak memujinya, malah melayangkan pukulan kepadanya yang tentu membuat sang anak terkejut.
Hal ini mengakibatkan dampak yang sangat negatif pada kejiwaan anak. Namun, terkadang anak memang perlu mendapatkan sedikit pelajaran, teguran, tidak disapa, atau bahkan pukulan, hanya yang bersifat teguran saja
7. Kebebasan Bermain
Bermain adalah kebutuhan utama anak-anak yang harus dipenuhi. Dengan bermain, anak akan merasa puas. Bermain dapat menjadi langkah awal dari suatu pekerjaan yang sebenarnya, dari situlah anak dapat menunjukkan kemampuan bergaul dengan temanteman sebayanya dan menambah kematangan berbahasa, nalar, dan jasmaninya. Lewat bermain, anak akan mengetahui banyak hal yang ada disekitarnya. ‘’Anak akan menunjukkan kemampuan dan rasa percaya dirinya dalam bermain… Permainan memberinya kesenangan dan kepuasan, juga mengembangkan potensi berkarya anak. Dengan bermain, kematangan diri, nalar, sosial, dan reaksi anak akan berkembang...Anak akan belajar norma-norma kemasyarakatan, bereaksi terhadap sesuatu, berkawan, dan saling membantu…. Dengannya, anak akan merasa terpenuhi kebutuhannya seperti kesenangannya untuk memiliki…Anak juga merasa puas, senang, dan bahagia dengan masa kanak-kanaknya’’.
Bermain merupakan kebutuhan bagi anak yang harus dipenuhi. Karena itulah, tidak mungkin ada anak kecil yang tidak bermain. Hukum alam tidak mengecualikan siapapun juga, termasuk para nabi a.s. dan hamba-hamba shaleh lainnya. Di masa kanak-kanak, mereka juga bermain seperti lazimnya anak-anak yang lain meskipun permainan yang mereka lakukan berbeda dengan yang lain. Teks-teks agama banyak mencantumkan perintah untuk memenuhi kebutuhan anak dalam usia bermain.
Tugas orang tua saat itu adalah memberi mereka kebebasan untuk bermain tanpa larangan, kecuali permainan berbahaya yang memang harus dijauhkan dari mereka. Kebebasan dalam bermain berarti bahwa orang tua tidak ikut campur tangan dalam hal waktu bermain, jenis permainan, dan caranya tetapi dengan catatan bahwa permainan tersebut tidak bertentangan dengan norma-norma suci Islam dan masyarakat, serta tidak membahayakan anak maupun orang lain. Dalam bermain, anak dalam usianya yang dini ini tidak menyukai campur tangan orang tua maupun perintah mereka dalam permainan. Permainan terbaik untuk anak adalah apa yang mereka pilih sendiri atau yang mereka buat dengan kreasi sendiri. Anak-anak terkadang suka menciptakan satu jenis permainan baru atau cara bermain yang baru. Hal terbaik bagi orang tua adalah menyiapkan alat-alat yang bisa dibuat untuk bermain yang kira-kira sesuai dengan selera anak.
Kita serahkan kepada mereka semua hal yag menyangkut permainan itu. Biarkan anakanak mengikuti daya khayal mereka. Hanya dengan cara inilah, permainan akan bermanfaat bagi mereka. Permainan haruslah menjadi guru bagi mereka. Dan mereka harus memanfaatkan potensinya untuk mempergunakan mainan-mainan yang disediakan sesuai dengan apa yang khayalkan. Ketika anak merasa bahwa ia membutuhkan bantuan orang tuanya untuk menyelesaikan problem permainannya, tibalah giliran orang tua untuk membantunya.
Para pakar psikologi menekankan untuk memberi kebebasan kepada anak dalam bemain. “Janganlah Anda melarang anak-anak jika mereka ingin membuat suatu acara bermain sendiri karena kemampuan menyusun program dan suasana yang kondusif dalam menjalankan program tersebut--dalam bentuk tidak adanya sesuatu hal pun yang menghalanginya karena hal ini merupakan faktor terpenting yang membentuk kepribadian anak.
Rasulullah SAW sering menyuruh dua cucunya, Al-Hasan dan Al-Husain, untuk bergulat. Diriwayatkan bahwa suatu malam Rasulullah SAW masuk ke rumah putrinya, Fathimah a.s. ketika Al-Hasan dan Al-Husain ada di situ. Kepada mereka berdua, beliau bersabda,
ﻗﻮﻣﺎ ﻓﺎﺻﻄﺮﻋﺎ ...
Artinya: Ayo bangunlah kalian dan bergulatlah....
Shafwan Al-Jammal berkata, “…Abul Hasan Imam Musa yang kala itu masih kecil datang dengan membawa seekor binatang. Kepada binatang itu beliau mengatakan, ‘Sujudlah kepada Tuhanmu!’. Ayah beliau, Imam Ja’far Shadiq a.s. yang menyaksikan adegan itu langsung mengangkat dan mendekapnya…” Rasulullah memberikan kebebasan kepada Al-Hasan dan Al-Husain a.s. untuk bermain dengan beliau. Terkadang mereka berdua menaiki punggung beliau dan berseru, “Hay, ……….hay!” Nabi SAW bersabda,
ﻧﻌﻢ اﻟﺠﻤﻞ ﺟﻤﻠﻜﻤﺎ
Artinya: Unta terbaik adalah unta kalian.
Apa yang terjadi pada Rasulullah SAW juga sering terjadi pada kita, para orang tua. Anak terkadang menaiki punggung kita saat kita sedang melaksanakan shalat, yang harus kita lakukan saat itu adalah membiarkan keadaan itu dan memindahkan mereka dengan lembut tanpa kekerasan karena hal ini tidak berlangsung selama-lamanya. Ketika anak menginjak usia tertentu, ia akan dengan sendirinya meninggalkan pekerjaan itu.
Dari sebagian riwayat, kita dapatkan bahwa Rasulullah menganggap hal ini sebagai sesuatu yang sepele dan wajar meskipun terjadi di depan khalayak ramai.
Rasulullah SAW bersabda,
ﻣﻦ ﻛﺎن ﻋﻨﺪه ﺻﺒﻲ ﻓﻠﯿﺘﺼﺎبّ ﻟﮫ
Artinya: Jika seseorang memiliki anak kecil hendaknya ia berlaku seperti anak kecil pula di hadapan anaknya.
Para pakar psikologi menyatakan, “Anda harus memperlakukan anak-anak seperti teman. Ajaklah mereka untuk melakukan suatu pekerjaan bersama kalian. Ikutlah dalam permainan mereka…Berbicaralah dengan mereka dengan bahasa cinta dan kasih sayang…. Semua orang harus berusaha untuk menempatkan dirinya seperti anak kecil dan berbicara dengan bahasa mereka”. Saat anak menyaksikan orang tuanya mau bermain dengan bersamanya, ia akan merasa bahwa dirinya mempunyai kedudukan tersendiri di hati orang tua. Dengan demikian, ia akan merasa berbahagia dan bergembira. Karena itu, orang-orang yang dewasa harus menuruti selera anak kecil jika ia mengajak mereka bermain.
Bermain merupakan sarana pendidikan yang paling tepat dalam mempersiapkan anak untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya di masa mendatang. Dengan bermain, kepribadian anak dan potensi yang ia miliki akan dapat kita saksikan dengan jelas. Bermain adalah sarana pengajaran dan pendidikan sosial dan etika bagi anak, bermain dapat menjadi ukuran apakah perilaku anak normal anak atau tidak. Di tengahtengah permainan, anak akan mengungkapkan kesulitan yang dihadapinya, lebih jauh lagi pada saat bermain itulah segala reaksi yang biasanya ditunjukkan anak-anak jika berhadapan dengan orang yang lebih dewasa akan hilang.
Berdasarkan hal tersebut di atas, orang tua harus memperhatikan anak-anak saat bermain tanpa sepengetahuan mereka dengan demikian ayah dan ibu akan mengetahui banyak hal yang berhubungan dengan kepribadian dan kemampuan anak-anak mereka dalam bermasyarakat. Semua pembicaraan dan reaksi yang ditunjukkan anak-anak haruslah diperhatikan, juga cara mereka mengutarakan isi hati, keinginan, kecemasan, dan problem yang dihadapi, khususnya jika keadaan itu terjadi berulang-ulang. Selain itu, orang tua harus jeli melihat sikap lemah atau keras si anak, ketidakstabilan emosinya, dan pandangannya tentang orang tuanya, khususnya jika bermain dengan berperan sebagai ayah atau ibu. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, kita akan mengetahui sejauh mana kemampuan berbahasa, berpikir dan emosi anak. Setelah mengetahui dengan baik apa yang terjadi pada anak-anak, tibalah giliran untuk menyesuaikan program pendidikan dengan kondisi masing-masing anak.
Memperhatikan anak secara tidak langsung jauh lebih bermanfaat daripada terjun langsung dalam permainan mereka, karena anak cenderung untuk menyembunyikan banyak hal di hadapan orang tuanya, baik karena malu maupun karena takut kepada mereka.
9. Mengembangkan Emosi Anak
Emosi dan perasaan merupakan motor terpenting yang menggerakkan manusia untuk berbuat dan berkarya. Emosi dan perasaan ini dimiliki oleh manusia sejak hari-hari pertama kehidupannya, sejak saat ia menyusu lalu berkembang secara bertahap bersamaan dengan bertambahnya usia dan semakin luasnya hubungan sosial yang ia miliki. Perkembangan emosi dan perubahan yang terjadi pada anak dipengaruhi oleh pola pikir yang dimilikinya. Ketika anak meyakini bahwa dengan melakukan suatu pekerjaan tertentu berarti ia telah membuat hati orang tuanya berbahagia dan membuat Allah ridhapadanya, secara otomatis ia terdorong untuk melakukannya. Begitu pula sebaliknya.
Emosi dapat dibagi ke dalam empat kategori, yaitu pribadi, vertikal, sosial, dan etis. Emosi pribadi adalah emosi yang berhubungan dengan pribadi manusia, seperti rasa ingin memiliki, cinta kebebasan, ingin unggul di atas orang lain, cinta kedudukan sosial, suka dihormati, dan lainnya. Perasaan dan emosi ini yang menjadikan manusia berbuat segala sesuatu untuk kesenangan pribadinya.
Emosi vertikal adalah perasaan yang membawa orang untuk menyenangi hubungan dengan Zat yang Maha mutlak, yaitu Allah SWT, sumber kemurahan, kenikmatan, belas kasih, dan cinta. Dengan ini orang akan mencintai kebenaran dan kebaikan. Di sini tidak ada lagi keakuan, emosi sosial adalah perasaan yang mendorong orang untuk berhubungan dengan anggota masyarakat yang lain, dimulai dari orang tua, kakak dan adik, lalu famili secara umum dan selanjutnya, masyarakat dan umat manusia seluruhnya. Emosi etis adalah perasaaan yang berhubungan dengan apa yang layak dilakukan dan apa yang tidak layak, seperti berlaku jujur, meninggalkan dusta, dan hal-hal lain yang bersifat etis.
Cara terbaik untuk mengarahkan emosi dan perasaan anak adalah dengan memberinya kasih sayang dan cinta, juga memenuhi semua kebutuhan lahir dan batinnya. Jika anak merasa bahwa ia telah mendapatkan apa yang diinginkannya, secara otomatis ia akan terikat secara emosi pada sumber cinta dan kasih itu, yang tidak lain adalah orang tuanya sendiri.
Anak akan percaya pada mereka berdua dan mengikuti apa yang mereka katakan dan lakukan. Selanjutnya, anak dengan senang hati menerima dan menuruti kata-kata, nasehat dan ajaran mereka. Dengan demikian, orang tua dapat mengontrol emosi dan perasaan anak dan selanjutnya mereka dapat mengarahkannya kepada jalan yang terbaik.
Emosi terpenting yang harus dinomorsatukan pengembangannya adalah emosi vertikal karena dapat mengasah jiwanya untuk mencintai dan akrab dengan Tuhan Mahapencipta. Emosi ini dapat dirasakan anak setelah dia mengetahui bahwa Tuhanlah sumber segala kenikmatan, kasih sayang dan ampunan, dan Dialah yang menciptakan kenikmatan abadi di surga untuk hamba-hamba-Nya yang shalih dan taat.
Tugas orang tua selanjutnya adalah mengarahkan emosi dan perasaan anak kepada Rasulullah SAW, para nabi dan rasul lainnya, dan Ahlul Bait a.s. Cara terbaik dalam hal ini adalah dengan membawakan cerita dan kisah menarik kehidupan manusiamanusia suci ini kepada anak-anak. Ada dua manfaat yang kita petik dari cara ini, yaitu, pertama memperkuat rasa cinta kepada mereka di hati anak dan kedua membuat anak tertarik untuk mengikuti cara hidup dan teladan yang mereka berikan. Dengan demikian, di dalam lubuk hati anak akan tertanamkan perasaan-perasaan positif seperti cinta akan ketulusan, kemuliaan, keberanian, kedermawanan, pengorbanan, norma-norma mulia, dan kebajikan. Dan sebaliknya, mereka akan membenci apa yang dibenci oleh orangorang mulia tadi dan membenci kaum yang menentang dan melawan mereka. Semua ini akan menjadi konsep hidup anak sekarang dan di masa mendatang.
Cara lain untuk mengembangkan emosi dan perasaan anak adalah dengan memberikan pengarahan secara kontinyu, sampai anak memahami dengan benar perbedaan antara perbuatan baik dan buruk. Selain itu, mendorong anak untuk meleburkan diri dengan perbuatan-perbuatan yang mulia. Ketika anak meminjamkan mainannya kepada anak lain, tugas orang tua adalah memujinya lalu menggantinya dengan mainan yang lain. Ketika anak melakuan perbuatan terpuji seperti berkata jujur, menghormati orang lain, berlemah lembut terhadap kaum fakir, membantu saudara atau orang tua dalam melakukan sesuatu, hendaknya anak tersebut dipuji di depan dirinya sendiri, keluarga, famili dan teman-temannya.
Sikap orang tua memperlakukan anak layaknya seorang teman akan membuat ia leluasa dalam mengutarakan isi hatinya. Hal ini sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan mental anak dan menghilangkan emosi dan perasaan yang tidak baik. Penelitian para ahli menyatakan bahwa bercerita adalah cara terbaik dalam mendidik emosi dan perasaan anak, khususnya jika cerita itu disampaikan dengan gaya bahasa yang diminati dan dimengerti olehnya. Karena itu, kita bisa saja bercerita tentang petualangan seekor burung atau binatang yang berbudi luhur.
Dengan mendengar cerita ini, emosi anak akan tergugah untuk mencintai kebaikan, keadilan, kebersamaan, pengorbanan, dan nilai-nilai luhur insani lainnya. Cinta kepada kaum tertindas dan kebencian terhadap kaum penindas dan zalim akan tumbuh subur di lubuk hatinya. Cerita-cerita tentang burung dan binatang sangat menarik bagi anak-anak seusia ini. Mereka akan dengan setia duduk mendengar dan merasakan seolah-olah hal itu benar-benar terjadi. Banyak hal yang bisa menjadi bahan cerita dan semua itu bergantung kepada imajinasi orang tua dalam mengolah sebuah dongeng yang dapat menggugah perasaan dan emosi anak mereka.
MASA REMAJA
Fase ini dimulai dari ketika anak genap berusia tujuh tahun hingga empat belas tahun. Dimasa ini anak tengah mempersiapkan dirinya untuk menjadi manusia matang dan satu anggota dari masyarakatnya. Pada fase ini, anak mulai menghilangkan kebiasaannya meniru apa yang dilakukan oleh orang dewasa dan mulai memperhatikan alam dan lingkungan sekitarnya. Saat itulah daya pikir anak mulai terbuka dan mampu untuk berimajinasi dan menangkap banyak masalah yang tidak kasat mata. Ia mulai berpikir tentang dirinya sendiri. Ia memandang dirinya sebagai salah satu mahluk yang hidup, berdiri sendiri, dan memiliki kehendak yang lain dari kehendak orang lain.
Cara yang dilakukannya untuk menunjukkan keberadaan dirinya itu seringkali berupa perlawanan dan penentangan terhadap apa yang selama ini biasa ia lakukan. Ia berusaha untuk menampakkan jati dirinya dengan menentang dan membuat keluarganya marah demi menunjukkan kepada mereka bahwa ia adalah dirinya. Anak seperti ini akan memilih jenis dan warna pakaiannya sendiri, ingin bebas menentukan pelajaran yang ia sukai, dan berhubungan dengan siapa pun yang ia sukai dan dengan cara semaunya. Pada masa inilah orang tua harus memberikan perhatian ekstra terhadap pendidikannya karena kini ia tengah berada di awal hubungan sosialnya dalam lingkup yang lebih luas dengan masuknya ia ke sekolah. Sekolah sendiri berpotensi besar dalam membangun kepribadian anak dengan adanya banyak anak di sana yang masing-masing mempunyai tingkat kecerdasan dan kegesitan tersendiri.Anak akan tergugah untuk bersaing dengan mereka dan hal itu sangat berpengaruh pada karekternya.
Beberapa faktor penting yang berkaitan dengan pembangunan karakter anak dalam fase ini antara lain adalah pola interaksinya dengan ayah, ibu, dan seluruh anggota keluarga yang lain, keadaan fisiknya, seperti tinggi dan berat badannya, serta hal-hal yang didengar dan dipelajarinya.
Kebutuhan anak di fase remaja ini berbeda dengan kebutuhannya di fase-fase sebelumnya. Hal ini harus diperhatikan oleh orang tua dan diusahakan untuk memenuhinya. Kebutuhan anak tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
· Kebutuhan primer, seperti makanan, minuman, dan pakaian.
· Kebutuhan psikis, seperti ketenangan jiwa dan emosi.
· .Kebutuhan terhadap penerimaan dirinya oleh masyarakat.
· Kebutuhan terhadap perhatian dan penghormatan atas dirinya.
· .Kebutuhan untuk mempelajari banyak hal yang dapat memupuk bakatnya sebagai bekal menempuh perjalanan panjang kehidupannya.
· .Kebutuhan untuk mengenal pemikiran-pemikiran yang menjadi wacana dalam masyarakat dan mengenal isi dunia, yang tentu saja, disesuaikan dengan kemampuan dan kematangan anak seusia ini. Anak perlu mendapatkan perhatian yang ekstra ketat dalam melewati fase yang rentan ini, tetapi tentu saja dengan tetap memberinya kebebasan yang merupakan salah satu kebutuhan aslinya.
Rasulullah SAW bersabda,
ﺍﻟﻭﻟﺩ ﺴﻴﺩ ﺴﺒﻊ ﺴﻨﻴﻥ ﻭﻋﺒﺩ ﺴﺒﻊ ﺴﻨﻴﻥ ﻭﻭﺯﻴﺭ ﺴﺒﻊ ﺴﻨﻴﻥ
Artinya: Anak adalah tuan selama tujuh tahun, budak selama tujuh tahun, dan menteri selama tujuh tahun.
Memang, mendidik anak di masa ini sangat sulit sehingga diperlukan usaha dan keuletan yang lebih besar dari orang tua dalam mendidik, menjaga dan mengontrol setiap gerakgerik anak, termasuk pola berpikir, perasaan, dan pelajaran sekolahnya. Selain itu, ayah dan ibu harus memenuhi semua keperluannya yang beraneka ragam. Anak pada masa ini tengah membutuhkan pengarahan intensif dari orang tuanya, juga bimbingan mereka dalam mengarungi samudera kehidupan yang penuh tantangan dan liku-liku ini.
Berikut ini kami kemukakan beberapa hal penting yang berhubungan dengan pendidikan anak di fase ini.
1. Pendidikan Ekstra Ketat
Mendidik anak dengan baik dan benar dan mengajarinya budi pekerti yang luhur merupakan tugas dan tanggung jawab yang berada di pundak ayah dan ibu. Di lain pihak, adalah hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang benar tersebut. Pada fase ini, anak sangat memerlukan perhatian dan pengawasan ketat dari orang tuanya. Karena itu, orang tua harus meluangkan waktu dan tenaga yang lebih besar, banyak riwayat yang menekankan kewajiban mendidik anak dengan baik dan menanamkan akhlak yang mulia kepadanya.
Rasulullah SAW bersabda,
ﺃﻜﺭﻤﻭﺍ ﺃﻭﻻﺩﻜﻡ ﻭﺍﺤﺴﻨﻭﺍ ﺁﺩﺍﺒﻬﻡ
Artinya: Hormatilah anak-anak kalian dan perbaikilah perangainya.
Pendidikan di fase ini lebih penting pada fase-fase lainnya karena anak di usia ini relatif masih bersih dan belum tercemari sehingga mau mendengar dan menerima semua nasehat dan bimbingan. Karena itu, orang tua harus pandai-pandai mempergunakan kesempatan ini untuk mendidiknya dengan benar.
Jika kedua orang tua mampu menerapkan metode pendidikan ini dengan tepat, dapat dipastikan bahwa si anak kelak akan menjadi anggota masyarakat yang baik, mendidik anak-anak mereka. Anak-anak mereka dipersiapkan dan dididik secara sempurna sehingga ketika dewasa mereka memiliki akhlak mulia serta menjadi teladan dalam segala hal.
Ali a.s., contohnya. Beliau melewati masa kecilnya di rumah Rasulullah SAW semasa beliau belum dilantik sebagai nabi. Ketika Rasulullah berdakwah, Ali adalah orang yang pertama kali menyatakan keimanan. Keimanan beliau itu betul-betul tulus yang ditunjukkan dengan ketaatan mutlak terhadap Allah dan rasul-Nya. Ketika dewasa, beliau menjadi teladan tanpa tanding dalam hal keberanian, pengorbanan, kedermawanan, kerendahhatian, kejujuran, dan seluruh keutamaan akhlak lainnya. Pada gilirannya, Imam Ali kemudian mendidik anak-anaknya dengan cara yang serupa sehingga mengantarkan mereka sampai ke puncak kesempurnaan akhlak.
Beban yang dipikul oleh orang tua dalam mendidik anak akan makin berat seandainya masyarakat tempat mereka tinggal makin jauh dari Islam. Atau, bisa jadi secara realitas masyarakatnya beragama Islam, tetapi bentuk kehidupan yang Islami tidak termanifestasikan di dalamnya. Penyebabnya bermacam-macam, seperti pengaruh tradisi dan sikap konservatif, atau pengaruh kerancuan sistem pendidikan anak-anak, yang terutama, biasa kita dapatkan dari media massa seperti radio, televisi, film, dan lain-lain. Perlu dicatat juga bahwa pendidikan jasmani anak termasuk ke dalam bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan jiwa, mental, dan kepribadian. Bahkan faktor ini bisa disebut sangat penting sehingga Rasulullah sendiri bersabda,
ﻋﻠﻤﻭﺍ ﺃﻭﻻﺩﻜﻡ ﺍﻟﺴﺒﺎﺤﺔ ﻭﺍﻟﺭﻤﺎﻴﺔ
Artinya: Ajarilah anakmu berenang dan memanah
Imam Musa Al-Kazhim a.s. memasukkan latihan anak-anak dalam mengerjakan hal-hal yang sulit sebagai hal yang dianjurkan. Beliau berkata,
ﺘﺴﺘﺤﺏ ﻋﺭﺍﻤﺔ ﺍﻟﺼﺒﻲ ﻓﻲ ﺼﻐﺭﻩ ﻟﻴﻜﻭﻥ ﺤﻠﻴﻤﺎ ﻓﻲ ﻜﺒﺭﻩ
Artinya : Sebaiknya, latihlah fisik anak semasa kecil supaya dia menjadi orang sabar ketika sudah besar Di kalangan ilmuwan psikologi dan pendidikan sendiri sudah lama diketahui bahwa kesehatan badan sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa.
2. Dorongan untuk Belajar
pada fase ini, belajar adalah hal yang penting bagi anak-anak. Inilah saat yang tepat untuk memberikan dorongan belajar kepada mereka, mematangkan kekuatan akal, serta mewujudkan kecintaan hakiki mereka terhadap penguasaan ilmu. Pada masa ini, anak-anak memiliki potensi yang kuat untuk menghapal apapun yang sampai ke pendengarannya. Karena itu, proses belajar menjadi sangat penting untuk menanamkan berbagai pengetahuan dan membuatnya tetap melekat dalam ingatan anak.
Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah SAWW bersabda,
ﻤﺜل ﺍﻟﺫﻱ ﻴﺘﻌﻠﻡ ﻓﻲ ﺼﻐﺭﻩ ﻜﺎﻟﻨﻘﺵ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﺠﺭ
Artinya: Orang yang belajar di waktu kecil itu ibarat melukis di atas batu. Dalam kesempatan lain, beliau juga bersabda,
ﺤﻔﻅ ﺍﻟﻐﻼﻡ ﻜﺎﻟﻭﺴﻡ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺤﺠﺭ
Artinya: Memori anak-anak itu seperti tanda terpahat di batu.
Demikian pentingnya pendidikan anak-anak sampai-sampai Rasulullah secara khusus berwasiat kepada para orang tua,
ﻤﺭﻭﺍ ﺃﻭﻻﺩﻜﻡ ﺒﻁﻠﺏ ﺍﻟﻌﻠﻡ
Artinya: Perintahlah anakmu untuk mencari ilmu.
Bahkan, menurut Rasulullah, pengajaran anak-anak adalah salah satu pintu rahmat Allah bagi orang tua mereka. Beliau bersabda,
ﺭﺤﻡ ﺍﷲ ﻋﺒﺩﺍ ﺃﻋﺎﻥ ﻭﻟﺩﻩ ﻋﻠﻰ ﺒﺭﻩ ﺒﺎﻹﺤﺴﺎﻥ ﺇﻟﻴﻪ , ﻭﺍﻟﺘﺄﻟﻑ ﻟﻪ ﻭﺘﻌﻠﻴﻤﻪ ﻭﺘﺄﺩﻴﺒﻪ
Artinya: Rahmat Allah semoga tercurah bagi seorang hamba yang menunjukkan kepada anaknya bagaimana cara berbuat baik kepada orang tua yang mengajarkan kelembutan, pendidikan, dan sopan santun.
Pendidikan adalah hak asasi seorang anak. Etika dan budaya, dan pengajaran. Berkaitan dengan hal ini juga, Rasulullah bersabda,
ﻤﻥ ﺤﻕ ﺍﻟﻭﻟﺩ ﻋﻠﻰ ﻭﺍﻟﺩﻩ ﺜﻼﺜﺔ : ﻴﺤﺴﻥ ﺍﺴﻤﻪ ﻭﻴﻌﻠﻤﻪ ﺍﻟﻜﺘﺎﺒﺔ , ﻭﻴﺯﻭﺠﻪ ﺇﺫﺍ ﺒﻠﻎ
Artinya: Ada tiga hal yang termasuk ke dalam hak-hak anak yang harus ditunaikan orang tuanya, yaitu membaguskan namanya, mengajarinya penulisan, dan menikahkannya jika sudah dewasa.
Dewasa ini, fungsi pengajaran baca tulis sudah dipegang oleh lembaga-lembaga pendidikan atau sekolah. Tetapi, itu tidaklah berarti bahwa peran orang tua tidak lagi diperlukan. Dalam kondisi seperti ini, harus ada kerja sama di antara orang tua dan sekolah.
Harus juga diperhatikan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan di sini tentulah tidak sebatas pendidikan baca tulis. Segala hal yang memungkinkan untuk diajarkan kepada anak-anak, harus diajarkan. Jadi, pendidikan di sini meliputi seluruh bidang ilmu seperti kedokteran, humaniora, sastra, sejarah, filsafat, dan lain-lain. Yang juga tidak boleh dilupakan adalah pentingnya aspek pendidikan ruhani dan ibadah. Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah SAW bersabda tentang pentingnya pengajaran Al-Quran,
... ﻭﻤﻥ ﻋﻠﻤﻪ ﺍﻟﻘﺭﺁﻥ ﺩﻋﻲ ﺒﺎﻻﺒﻭﻴﻥ ﻓﻜﺴﻴﺎ ﺤﻠﹼﺘﻴﻥ ﺘﻀﻲﺀ ﻤﻥ ﻨﻭﺭﻫﻤﺎ ﻭﺠﻭﻩ ﺃﻫل ﺍﻟﺠﻨﺔ
Artinya: Orang yang mengajarkan Al-Qur’an itu kelak akan dipanggil dari dua pintu.
Dia akan mengenakan dua pakaian yang memancarkan dua cahaya. Dari kedua cahaya itu tampaklah wajah penghuni surga.Maksud dari pengajaran Al-Qur’an di sini adalah pengajaran yang komprehensif, dimulai dari pengajaran membaca secara benar sesuai dengan kaidah bahasanya. Berikutnya, si anak harus didorong untuk menghapal beberapa ayat dengan memperhatikan tingkat kemampuan akal seorang anak kecil. Setelah itu, mereka juga perlu diajari tafsir beberapa surat yang relevan dengan kebutuhan anak, terutama yang berkaitan dengan aqidah dan akhlak, atau juga hal-hal yang berhubungan dengan hukum-hukum syar’iy (ibadah dan muamalah). Berikutnya, pada fase inilah si anak harus mulai diperkenalkan pada tata cara beribadah. Yang pertama kali harus diajarkan adalah tata cara wudhu dan shalat.
Anak-anak juga perlu diajari hadis sebagai langkah preventif terhadap pengaruh ajaran. Rasulullah juga memberikan dorongan kepada pendidik, orang tua, dan anak dalam kegiatan belajar-mengajar melalui sabdanya berikut ini.
ﺇﻥ ﺍﻟﻤﻌﻠﻡ ﺇﺫﺍ ﻗﺎل ﻟﻠﺼﺒﻲ : ﺒﺴﻡ ﺍﷲ , ﻜﺘﺏ ﺍﷲ ﻟﻪ ﻭﻟﻠﺼﺒﻲ ﻭﻟﻭﺍﻟﺩﻴﻪ ﺒﺭﺍﺌﺔ ﻤﻥ ﺍﻟﻨﺎﺭ
Artinya: Jika seorang guru mengajarkan muridnya lafaz bismillah, Allah akan menetapkan ketentuan terbebas dari api neraka baginya, bagi si anak itu, serta bagi orang tuanya.
3. Melatih anak untuk patuh
Sikap patuh itu sebenarnya mudah dilakukan. Namun, untuk melaksanakannya sesuai dengan kemampuan, diperlukan latihan. Anak perlu bantuan khusus dari orang tua dalam hal melatih diri bersikap patuh sehingga berbagai macam kesulitan yang mungkin ada pada kepatuhan itu bisa diminimalisasi. Atau, lebih jauh lagi, si anak tidak merasa asing dengan kepatuhan dan mampu mengadaptasikannya dengan watak dan budi pekertinya sehingga kepatuhan itu menjadi kebiasaan sehari-hari. Diharapkan, kelak si anak akan melaksanakan berbagai macam bentuk kepatuhan dengan gembira, tanpa desakan, keterpaksaan, atau sikap malas.
Metode yang ditawarkan Islam dalam melatih kepatuhan anak sangat memperhatikan kemampuan akal dan fisik si anak. Sebagai contoh, dalam hal latihan melaksanakan shalat, Rasulullah SAW bersabda,
ﻤﺭﻭﺍ ﺼﺒﻴﺎﻨﻜﻡ ﺒﺎﻟﺼﻼﺓ ﺇﺫﺍ ﺒﻠﻐﻭﺍ ﺴﺒﻊ ﺴﻨﻴﻥ ﻭﺍﻀﺭﺒﻭﻫﻡ ﻋﻠﻰ ﺘﺭﻜﻬﺎ ﺇﺫﺍ ﺒﻠﻐﻭﺍ ﺘﺴﻌﺎ
Artinya: Biasakanlah anak-anak untuk shalat ketika usianya mencapai tujuh tahun. Jika sampai usia sembilan tahun si anak masih meninggalkan shalat, pukullah.Pada riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah bersabda,
ﻤﺭﻭﺍ ﺼﺒﻴﺎﻨﻜﻡ ﺒﺎﻟﺼﻼﺓ ﺇﺫﺍ ﺒﻠﻐﻭﺍ ﺴﺒﻊ ﺴﻨﻴﻥ ﻭﺍﻀﺭﺒﻭﻫﻡ ﺇﺫﺍ ﻜﺎﻨﻭﺍ ﺃﺒﻨﺎﺀ ﺘﺴﻊ ﺴﻨﻴﻥ
Artinya: Biasakanlah anak-anak untuk shalat kalau usianya mencapai tujuh tahun. Jika sampai usia sembilan tahun.
Memukul yang dimaksudkan dalam hadis ini bisa dalam pengertian yang sebenarnya, yaitu dalam bentuk pukulan fisik atau bisa juga berarti penunjukan sikap marah. Pukulan memang bisa berdampak negatif kepada anak. Akan tetapi, dampaknya itu akan segera hilang dan itu artinya dampaknya ini sama sekali tidak berarti apa-apa jika dibandingkan kepentingan yang lebih besar yaitu pelatihan shalat. Metode pelatihan shalat yang terbaik adalah dengan memperhatikan tingkat kemampuan anak-anak. Artinya, mereka jangan sampai dibebani porsi yang sangat berat karena itu akan menyebabkan ketidaksenangan terhadap shalat serta akan membangun dinding jiwa yang memisahkannya dengan shalat. Dengan demikian, waktu anak-anak itu tidak terambil kecuali untuk shalat-shalat yang diwajibkan. Pada tahap pertama, anak-anak hanya boleh dilatih untuk mengerjakan shalat-shalat wajib. Jika sudah terbiasa dan tumbuh rasa senang, seiring dengan pertambahan usia, mereka lama-kelamaan akan terbiasa pula mengerjakan yang shalatshalat sunnah. Berkaitan dengan ibadah puasa, anak-anak harus sudah dilatih mengerjakannya pada usia tujuh tahun, ketika usia mereka bertambah, porsi latihan bisa ditambah dengan memperhatikan kesiapan mental dan batas kemampuan fisik. Seperti jika seorang anak sudah melatih diri melakukan puasa pada usia-usia awal, bisa dipastikan bahwa dia tidak akan lagi menganggap puasa sebagai beban tugas yang memberatkannya. Jenis- jenis lainnya seperti latihan ketaatan yang berkenaan dengan ibadah haji. Di-sunnah-kan untuk melatih anak-anak melakukan ibadah ini, utama dalam hal hubungan ini adalah dengan Allah dan keikhlasan beribadah. Itu semua tidak lepas dari proses pembiasaan yang mereka dapatkan semasa kecil. Dengan pembiasaan itulah mereka mereka akhirnya mendapatkan rasa senang dan punya dorongan untuk melakukannya.
Karena itu, orang tua harus selalu memberikan dorongan kepada anak-anak agar membiasakan diri taat menjalankan perintah agama dengan cara yang paling efektif, mungkin dengan pemberian perhatian, pujian, atau bisa juga dengan pemberian hadiah (bisa berupa materi atau spiritual).
4. Pengawasan Anak
Pada fase ini, keberhasilan pendidikan anak juga mensyaratkan adanya pengawasan orang tua terhadap mereka. Anak-anak perlu diarahkan kepada hal-hal yang benar dan baik. Mereka juga memerlukan pengawasan dalam hal cara berpikir, serta pengembangan imajinasi dan humanisme. Tentu saja, semua bentuk pengawasan itu harus dilakukan dengan dengan cara yang benar jangan sampai membebani si anak. Dalam waktu-waktu tertentu, sebaiknya orang tua melakukannya dengan cara seakan-akan dia adalah seorang kawan yang sedang mencoba membantu si anak dari kesulitan yang ia hadapi.
Pengawasan dalam hal pergaulan anak perlu lebih ditekankan dibandingkan dengan pengawasan di rumah. Orang tua harus memilihkan kawan-kawan bermainnya. Usahakan supaya kawan-kawannya itu hanyalah yang saleh-saleh. Terkadang, penjelasan dan nasehat tidak begitu berguna. Untuk itu, pemberian hukuman bisa menjadi cara yang efektif. Mereka juga harus dilatih untuk introspeksi dan mau menerima koreksi. Lebih jauh lagi, harus tertanam di benak mereka konsep pengawasan yang dilakukan Allah. Konsep ini sangat efektif sebagai tameng yang akan mencegah anak dari penyelewengan walaupun pengawasan dari orang tua tidak ada. Pada dasarnya, pengawasan adalah kewajiban ayah dan ibu. Mereka berdua memiliki porsi tugas yang disesuaikan dengan kemampuan dan pengalaman hidup. Karenanya, mereka berdua harus saling membantu. Akan tetapi, karena biasanya ayah lebih sering berada di luar rumah, porsi tugas pengawasan seorang ibu terhadap anaknya (baik anaknya itu laki-laki ataupun perempuan) terkadang menjadi lebih besar. Hal penting lain yang harus diperhatikan adalah bahwa jangan sampai si anak merasa tidak diacuhkan oleh orang tuanya. Kondisi pengawasan melekat harus selalu terjaga, orang tua terkadang bisa meminta bantuan pihak-pihak lain untuk ikut mengawasi anaknya terutama dalam situasi yang di sana orang tua tidak bisa melakukannya. Dalam hal ini, mereka bisa memberikan kepercayaan kepada famili dan kawan terdekat. Demikian juga, sekolah-sekolah dan institusi tempat si anak beraktivitas sosial memiliki peran pengawasan yang sangat besar dalam pendidikan si anak agar ia tidak terjerumus ke dalam penyimpangan perilaku.
Abu Ali Al-Husein Ibn Abdullah Ibn Sina lahir di Bukhara tahun 370 h/980 m. Ia dianggap seorang yang cerdas, karena dalam usia yang sangat muda (17 Tahun) Ibnu Sina telah di kenal sebagai filosof dan dokter terkemuka di Bukhara selain itu Ibnu Sina juga dikenal sebagai tokoh yang luar biasa. Kecuali seorang ilmuwan ia juga dapat melakukan berbagai macam pekerjaan dengan baik seperti dalam bidang kedokteran, pendidikan, penasehat politik, pengarang dan bahkan menjadi waziar (mentri).
Sebagai ilmuwan Ibnu Sina telah berhasil menyumbangkan buah pemikirannya dalam buku karangannya yang berjumlah 276 buah. Diantara karya besarnya adalah Al-Syifa berupa ensiklopedi tentang fisika, matematika dan logika. Kemudian Al-Qanur Al-Tabibb adalah sebuah ensiklopedi kedokteran.
Pemikiran Ibnu Sina yang banyak keterkaitannya dengan pendidikan, barangkali menyangkut pemikirannya tentang filsafah ilmu. Menurut Ibnu Sina ilmu terbagi menjadi 2 (dua), yaitu:
- Ilmu yang tak kekal
- Ilmu yang kekal (hikmah). Ilmu yang kekal dipandang dari peranannya sebagai alat disebut logika.
Berdasarkan tujuannya maka ilmu dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:
- Ilmu praktis seperti ilmu kealaman, matematika, ilmu ketuhanan dan ilmu kulli.
- Ilmu praktis adalah ilmu akhlak, ilmu kepengurusan, rumah ilmu, pengurusan kota dan ilmu nabi (syariah).
Menurut Ibnu Sina pendidikan yang diberikanoleh nabi pada hakikatnya adalah pendidikan kemanusiaan. Bahwa pemikiran pendidikan Ibnu Sina bersifat komprehensif. Menurut Ibnu Sina tujuan pendidikan adalah untuk mencapai kebahagiaan (sa’adat) kebahagian dicapai secara bertingkat, sesuai dengan tingkat pendidikan yang dikemukakannya, yaitu kebahagiaan pribadi, kebahagiaan rumah tangga, kebahagiaan masyarakat, kebahagian manusia secara menyeluruh dan kebahagian akhir adalah kebahagian manusia di hari akhirat. Kebahagian manusia secara menyeluruh menurut Ibnu Sina hanya akan mungkin dicapai melalui risalah kenabian. Jadi para nabilah yang membawa manusia mencapai kebahagian secara menyeluruh.
Dalam pemikiran pendidikannya Ibnu Sina telah menguraikan tentang psikologi pendidikan, terlihat dari uraian-uraiannya mengenai hubungan anak dengan tingkatan usia, kemauan dan bakat anak. Dengan mengetahui latar belakang tingkat perkembangannya, bakat dan kemauan anak maka bimbingan yang di berikan kepada anak akan lebih berhasil. Menurut Ibnu Sina kecendrungan manusia untuk memilih pekerjaan yang berbeda dikarenakan didalam diri manusia terdapat faktor yang tersembunyi yang sukar dipahami / dimengerti dan sulit untuk di ukur kadarnya. Pemikiran pendidikan Ibnu Sina tampaknya telah membuka selubung keagungan tokoh ini. Di dunia barat sendiri pemikiran pendidikan anak baru dilakukan menjelang abad ke-18. Dietrich Tiediman (1787) merupakan orang pertama kali di dunia barat yang menyusun psikologi anak-anak.
* Ibnu Sina (980 -1037)
Abu ‘Ali al-Husayn bin ‘Abdullah ibnu Sina tak hanya dikenal sebagai seorang dokter legendaris. Ibnu Sina juga mencurahkan gagasannya tentang pendidikan. Menurut Ibnu Sina, pendidikan atau pembelajaran itu menyangkut seluruh aspek pada diri manusia, mulai dari fisik, metal maupun moral. ”Pendidikan tidak boleh mengabaikan perkembangan fisik dan apapun yang memiliki pengaruh terhadap perkembangan fisik seperti olahraga, makanan, minuman, tidur, dan kebersihan,” tutur Ibnu Sina,
Dalam pandangan Ibnu Sina, pendidikan tak hanya memperhatikan aspek moral, namun juga membentuk individu yang menyeluruh termasuk, jiwa, pikiran dan karakter. Menurutnya, pendidikan sangat penting diberikan kepada anak-anak untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi masa dewasa. Ibnu Sina mengungkapkan, seseorang harus memiliki profesi tertentu dan harus bisa berkontribusi bagi masyarakat. Ibnu Sina mengungkapkan pendidikan itu harus diberikan secara berjenjang berdasarkan usia.
- Masa baru lahir hingga umur dua tahun
Dalam pandangan Ibnu Sina, pendidikan harus dilakukan sejak dini, yakni sejak seseorang terlahir ke muka bumi. Pendidikan bagi bayi yang baru lahir, kata dia, bisa diberikan melalui berbagai tahapan kegiatan mengasuh bayi seperti menidurkan, memandikan, menyusui, dan memberikan latihan-latihan ringan bagi bayi.
Menurutnya, bayi harus ditidurkan di ruang yang suhunya sejuk; tidak terlalu dingin dan terlalu panas. Ruang tidur bayi juga harus remang-remang, jangan terlalu terang. Menurut dia, sang ibu harus memandikan bayinya lebih dari satu kali dalam sehari, dia juga harus menyusui anaknya sendiri, dan menentukan takaran menyusui yang dibutuhkan bayi.
Ketika bayi sudah memiliki gigi, maka mulai diperkenalkan dengan memakan makanan baru yang lebih kuat dari pada ASI. Bayi bisa memakan roti yang dicelupkan dengan air minum, susu, maupun madu. Lalu makanan tersebut diberikan kepada bayi dalam jumlah kecil dan sedikit demi sedikit dia disapih. Sebab penghentian pemberian ASI tidak bisa dilakukan secara drastis.
- Masa kanak-kanak
Menurut Ibnu Sina, masa kanak-kanak merupakan saat pembentukan fisik, mental, dan moral. Oleh karena itu terdapat tiga hal yang harus diperhatikan: Pertama, anak-anak harus dijauhkan dari pengaruh kekerasan yang bisa mempengaruhi jiwa dan moralnya. Kedua, untuk perkembangan tubuh dan gerakannya, anak-anak harus dibangunkan dari tidur.
Ketiga, anak-anak tak diperbolehkan langsung minum setelah makan, sebab makanan itu akan masuk tanpa dicerna terlebih dahulu. Keempat, perkembangan rasa dan perilaku anak-anak perlu diperhatikan.
Ibnu Sina menganggap anak-anak harus mendengarkan musik, sehingga saat berada dalam ayunan mereka tertidur dengan suara musik. Hal itu akan mempersiapkan anak mempelajari musik, selanjutnya dia akan tertarik untuk mempelajari puisi yang sederhana dan akhirnya membuatnya menghargai nilai-nilai kebenaran.
- Masa Pendidikan
Pada masa ini, anak-anak sudah berusia antara 6 hingga 14 tahun. Pada masa ini, anak-anak harus mempelajari prinsip kebudayaan Islam dari Alquran, puisi-puisi Arab, kaligrafi, juga para pemimpin Islam.
Menurut Ibnu Sina, pendidikan pada masa ini harus dilakukan dalam kelompok-kelompok, bukan perseorangan. Sehingga siswa tidak merasa bosan. Selain itu, mereka bisa belajar mengenai arti persahabatan.
- Masa usia 14 tahun ke atas
Pada masa remaja ini, mereka dipersiapkan untuk mempelajari tipe pelajaran tertentu supaya memiliki keahlian khusus. Selain itu, mereka harus mempelajari pelajaran yang sesuai dengan bakat mereka. Mereka juga tidak boleh dipaksa untuk mempelajari dan bekerja di bidang yang tidak mereka inginkan dan mereka pahami. Namun pelajaran dasar harus diberikan kepada mereka.
Ibnu Sina menganggap pendidikan pada anak-anak maupun remaja harus diberikan karena pendidikan itu memiliki hubungan yang erat antara pemenuhan kebutuhan ekonomi dan sosial. Yang paling penting, setiap pelajar harus menjadi seorang ahli dalam bidang tertentu yang akan mendukung pekerjaannya di masa depan.
* Ibnu Khaldun (1332/732H, — 1406/808H)
Ibnu Khaldun dikenal sebagai seorang sejarawan terkemuka. Lewat Kitab Almuqadimmah yang ditulisnya, Ibnu Khaldun menjadi salah seorang intelektual Muslim legendaris sepanjang masa. Selain berkontribusi pada bidang sejarah, politik dan ekonomi, Ibnu Khaldun pun mencurahkan pikirannya dalam bidang pendidikan.
Pemikirannya dalam bidang pendidikan bermula dari presentasi ensiklopedia ilmu pengetahuannya. Hal ini merupakan jalan untuk membuka teori tentang pengetahuan dan presentasi umum mengenai sejarah sosial dan epitomologi berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan.
Menurut Ibnu Khaldun, ilmu pengetahuan mengelompokkan ilmu pengetahuan menjadi dua macam, yakni; pengetahuan rasional dan pengetahuan tradisional. Pengetahuan rasional adalah pengetahuan yang diperoleh dari kebaikan yang berasal dari pemikiran yang alami. Sedangkan pengetahuan tradisional merupakan pengetahuan yang subjeknya, metodenya, dan hasilnya, serta perkembangan sejarahnya dibangun oleh kekuasaan atau seseorang yang berkuasa. Menurut dia, ketika seorang anak baru dilahirkan, maka sang bayi belum memiliki ilmu. ”Bayi itu seumpama sebuah bahan mentah yang harus diberi isi yang baik supaya menjadi orang dewasa yang berguna kelak,” tutur Ibnu Khaldun.
Ibnu Khaldun mengungkapkan, setiap orang mendapatkan ilmu pengetahuan melalui organ-organ tubuh yang diberikan oleh Tuhan. ”Kita belajar menggunakan mata, telinga, mulut, kaki, dan tangan. Semua organ tubuh itu mendukung kita dalam proses pembelajaran demi mendapat ilmu pengetahuan,” ungkapnya. Ibnu Khaldun juga membagi ilmu pengetahuan berdasarkan tingkat pemikiran yaitu: Pengetahuan praktis yang merupakan hasil dari memahami intelijen. Sehingga membuat kita mampu melakukan apapun di dunia dalam sebuah tatanan.
Pengetahuan tentang apa yang harus kita lakukan dan apa yang harus tidak kita lakukan. Hal ini berkaitan dengan apa yang baik dan apa yang buruk. Nilai-nilai tentang kebaikan dan keburukan bisa diperoleh dari intelijen empirik dan dapat diterapkan untuk menuntun kita saat berhubungan dengan orang lain. Menurut dia, mengajarkan ilmu pengetahuan itu sangat penting, karena ilmu pengetahuan akan lebih mudah diperoleh manusia dengan bantuan dan ajaran gurunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar