Senin, 20 Juni 2011

BAB I
PENDAHULUAN
Banyaknya permasalahan waris yang ada dalam masyarakat, sehingga mengharuskan kita untuk mempelajarinya lebih dalam. Agar tidak terjadi perselisihan-perselisihan dalam pembagian harta warisan. Untuk memudahkan urusan tersebut, maka ada yang dinamakan Hukum Waris Islam. Apa itu Hukum Waris Islam? Hukum Waris Islam atau dalam bahasa Arab disebut dengan Faraid secara etimologi adalah sesuatu yang diwajibkan, atau pembagian yang telah ditentukan sesuai dengan kadarnya masing-masing.
Hukum waris dalam Islam ialah berasal dari wahyu Allah dan diperjelas oleh rasulNya. Hukum waris ini diciptakan untuk dilaksanakan secara wajib oleh seluruh umat Islam. Semenjak hukum itu diciptakan tidak pernah mengalami perubahan, karena perbuatan mengubah hukum Allah ialah dosa. Semenjak dsahulu sampai sekarang umat Islam senantiasa memegang teguh hukum waris yang diciptakan Allah yang bersumber pada kitab suci Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah. Dalam Undang undang no 7 Tahun 1989, hukum waris itu dicamtumkan secara sistematis dalam 5 bab yang tersebar atas 37 fasal dengan perincian sebagai berikut:
Bab. I terdiri atas 1 pasal , ketentuan umum.
Bab. II terdiri atas 5 pasal, berisi tentang ahli waris
Bab. III. Terdiri atas 16 pasal, berisi tentang besarnya bagian ahli waris
Bab. IV terdiri atas 2 pasal, berisi tentang aul dan rad.
Bab. V terdiri atas 13 pasal, berisi masalah wasiat
Tentang Undang-Undang no 7 tahun 1989, Prinsipnya sama dengan hukum yang bersumber dengan Al-Qur’an dan Hadits. Dengan demikian makalah kami akan lebih menindak lanjuti dalam pembahasan mengenai bagaimana cara perhitungan pembagian harta waris menurut Ilmu Faraid.





 

BAB II

                                       PEMBAHASAN

A.    Definisi Ilmu Faraid

Faraid adalah bentuk jamak dari al-faridhah yang bermakna sesuatu yang diwajibkan, atau pembagian yang telah ditentukan sesuai dengan kadarnya masing-masing. Ilmu faraid adalah ilmu yang mempelajari tentang perhitungan dan tata cara pembagian harta warisan untuk setiap ahli waris berdasarkan syariat Islam.

1.      Keutamaan Belajar Ilmu Faraid

Ilmu faraid merupakan salah satu disiplin ilmu di dalam Islam yang sangat utama untuk dipelajari. Dengan menguasai ilmu faraid, maka Insya Allah kita dapat mencegah perselisihan-perselisihan dalam pembagian harta warisan, sehingga orang yang mempelajarinya Insya Allah akan mempunyai kedudukan yang tinggi dan mendapatkan pahala yang besar disisi Allah swt.

Dalam ayat-ayat mengenai waris di dalam Al-Qur’an, terutama ayat 11, 12 dan 176 pada surat An-Nisaa’. Allah SWT sedemikian detail dalam menjelaskan bagian warisan untuk setiap ahli waris, yaitu dari seperdua, seperempat, seperdelapan, dua pertiga, sepertiga, seperenam, dan seterusnya berikut dengan kondisi-kondisinya yang mungkin terjadi. Di bawah ini adalah beberapa hadits Nabi SAW. yang menjelaskan beberapa keutamaan dan anjuran untuk mempelajari dan mengajarkan ilmu faraid:

-         Abdullah bin Amr bin al-Ash ra. berkata bahwa Nabi saw. bersabda, "Ilmu itu ada tiga, selain yang tiga hanya bersifat tambahan (sekunder), yaitu ayat-ayat muhakkamah (yang jelas ketentuannya), sunnah Nabi saw. yang dilaksanakan, dan ilmu faraid." (HR Ibnu Majah)
-         Ibnu Mas'ud r.a. berkata bahwa Nabi saw. bersabda, "Pelajarilah ilmu faraid serta ajarkanlah kepada orang-orang, karena aku adalah orang yang akan direnggut (wafat), sedang ilmu itu akan diangkat dan fitnah akan tampak, sehingga dua orang yang bertengkar tentang pembagian warisan, mereka berdua tidak menemukan seorang pun yang sanggup meleraikan (menyelesaikan perselisihan pembagian hak waris) mereka." (HR Imam Ahmad, at-Tirmidzi, dan al-Hakim)

-         Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Nabi saw. bersabda, "Pelajarilah ilmu faraid serta ajarkanlah kepada orang lain, karena sesungguhnya, ilmu faraid setengahnya ilmu; ia akan dilupakan, dan ia ilmu pertama yang akan diangkat dari umatku." (HR Ibnu Majah dan ad-Darquthni)

-         Dalam riwayat lain disebutkan, "Pelajarilah ilmu faraid, karena ia termasuk bagian dari agamamu dan setengah dari ilmu. Ilmu ini adalah yang pertama kali akan dicabut dari umatku." (HR Ibnu Majah, al-Hakim, dan Baihaqi)

Karena pentingnya ilmu faraid, para ulama sangat memperhatikan ilmu ini, sehingga mereka seringkali menghabiskan sebagian waktu mereka untuk menelaah, mengajarkan, menuliskan kaidah-kaidah ilmu faraid, serta mengarang beberapa buku tentang faraid. Mereka melakukan hal ini karena anjuran Rasulullah saw. diatas. Umar bin Khattab telah berkata, "Pelajarilah ilmu faraid, karena ia sesungguhnya termasuk bagian dari agama kalian." Kemudian Amirul Mu'minin berkata lagi, "Jika kalian berbicara, bicaralah dengan ilmu faraid, dan jika kalian bermain-main, bermain-mainlah dengan satu lemparan." Kemudian Amirul Mu'minin berkata kembali, "Pelajarilah ilmu faraid, ilmu nahwu, dan ilmu hadits sebagaimana kalian mempelajari Al-Qur’an."

Ibnu Abbas ra. berkomentar tentang ayat Al-Qur’an yang berbunyi, “...Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (Al-Anfaal - 73), menurut beliau makna ayat diatas adalah jika kita tidak melaksanakan pembagian harta waris sesuai yang diperintahkan Allah swt. kepada kita, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar. Abu Musa al-Asy’ari ra. berkata, "Perumpamaan orang yang membaca Al-Qur’an dan tidak cakap (pandai) di dalam ilmu faraid, adalah seperti mantel yang tidak bertudung kepala."

Demikianlah, ilmu faraid merupakan pengetahuan dan kajian para sahabat dan orang-orang shaleh dahulu, sehingga menjadi jelas bahwasanya ilmu faraid termasuk ilmu yang mulia dan perkara-perkara yang penting di mana sandaran utama ilmu ini ialah dari Al-Qur’an dan sunnah Rasul-Nya. 

2.      Membagi Warisan Harus Berdasarkan Syariat  Islam

Maha Sempurna Allah yang telah menjadikan harta sebagai pokok kehidupan bagi manusia, sebagaimana yang telah difirmankan-Nya di dalam Al-Qur’an: “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.” (Q.S. an-Nisaa’ – 5)

Demikianlah, Dia telah menetapkan harta sebagai pokok kehidupan bagi manusia, maka Dia telah menetapkan pula beberapa peraturan mutlak yang harus kita ikuti dalam mengatur harta yang telah diberikan-Nya tersebut, agar digunakan secara benar sesuai dengan ketentuan dan perintah-Nya. Salah satu ketetapan Allah mengenai pengaturan harta adalah mengenai tata cara pembagian harta warisan yang ditinggalkan oleh seseorang ketika telah wafat.

Dalam membagi warisan, kita harus membaginya secara adil berdasarkan syariat Islam yang telah disampaikan melalui Al-Qur’an, sunnah Rasul-Nya, serta ijma’ para ulama. Dia menjanjikan surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai kepada para hamba-Nya, yang tunduk ikhlas dalam menjalankan ketentuan pembagian waris ini. Dia juga mengancam hamba-Nya yang menyalahi batasan-batasan yang telah ditentukan, baik dengan menambahkan, mengurangi, maupun mengharamkan ahli waris yang benar-benar berhak mewarisi dan memberikan bagian kepada ahli waris yang tidak berhak mewarisinya, dengan ancaman neraka dan siksa yang menghinakan.

Perhatikanlah, setelah menjelaskan hukum-hukum waris di dalam surat yang sama, Allah swt. berfirman di dalam ayat berikutnya: “(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan." (Q.S. an-Nisaa' – 13,14).

Seorang hamba yang beriman kepada Allah dan hari kiamat tentunya akan tunduk patuh dalam menjalankan ketetapan dari Allah, apapun resikonya. Mereka sangat yakin dan memahami firman Allah yang telah disampaikan-Nya di dalam Al-Qur’an, “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (Q.S. al-Ahzaab – 36)

Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dalam membagi harta warisan ini. Jangan sampai orang yang berhak untuk mendapatkan hak waris menurut syariat Islam, menjadi tidak mendapatkan hak warisnya, dan sebaliknya malah orang yang tidak berhak menjadi mendapatkan harta waris. Tentunya kita tidak akan dapat membagi harta waris ini dengan adil berdasarkan syariat Islam, kecuali jika kita telah mengetahui ilmunya. Oleh karena itu, saya mengajak kepada pembaca semua, hendaknya masing-masing kita bersungguh-sungguh untuk belajar tata cara pembagian harta warisan ini.

3.      ILMU FARAIDH (PEMBAGIAN HARTA PUSAKA)

  1. Rukun-rukun perwarisan, yaitu;

    1. al-Muwarrith yaitu orang yang mewariskan harta (yakni si mati)

    2. al-Warith
    yaitu orang yang bakal mewarisi harta si mati.

    3. al-Mauruth
    yaitu harta yang diwariskan oleh si mati.


  2. Faktor-faktor pewarisan

1. Ikatan keturunan atau kekeluargaan

2. Ikatan perkahwina
n

3. Ikatan dengan bekas hamba (Al-Wala’)

4. Ikatan akidah (keislaman)

  1. Syarat-syarat untuk mewarisi harta seseorang

    1. al-Muwarrith (orang yang mewariskan harta) telah pasti matinya.

    2. Al-Warith (orang yang mewarisi) masih hidup ketika kematian al-muwarrith (si mati).

    3. Dipastikan terlebih dahulu secara terperinci jenis hubungan antara waris dengan si mati yang menjadi faktor kepada perwarisan.

    4. Tidak terdapat sebarang tegahan yang menghalang dari mewarisi harta si mati.

  1. Yang menghalangi perwarisan

    1. Menjadi hamba

    2. Membunuh orang yang mewariskan harta.

    Sabda Rasulullah s.a.w.;

    القَاتِلُ لاِيَرِثُ
    “Orang yang membunuh tidak mewarisi (harta dari orang yang dibunuhnya)”. (Riwayat Ibnu Majah dari Abu Hurairah r.a.)

    3. Berbe
    da agama (yakni antara Islam dan kafir)

    Sabda Rasulullah s.a.w.;

    لاَ يَرِثُ الْمُسْلِمُ الْكَافِرَ، وَلاَ يَرِثُ الْكَافِرُ الْمُسْلِمَ
    “Tidak mewarisi seorang muslim dari seorang kafir dan tidak mewarisi seorang kafir dari seorang muslim”. (Riwayat Muslim dari Usamah bin Zaid r.a.)

A.          Ahli Waris.
Ahli ada dua jenis lelaki dan perempuan .
1.      Ahli Waris lelaki terdiri dari.
a.       Anak laki-laki
b.      Cucu laki-laki sampai keatas dari garis anak laki-laki.
c.       Ayah
d.      Kakek sampai keatas garis ayah
e.       Saudara laki-laki kandung
f.       Saudara laki-laki seayah
g.      Saudara laki-laki seibu
h.      Anak laki-laki saudara kandung sampai kebawah.
i.        Anak laki-laki saudara seayah sampai kebawah.
j.        Paman kandung
k.      Paman seayah
l.        Anak paman kandung sampai kebawah.
m.    Anak paman seayah  sampai kebawah.
n.      Suami
o.      Laki-laki yang memerdekakan

2.      Ahli Waris wanita terdiri dari
a.       Anak perempuan
b.      Cucu perempuan sampai kebawah dari anak laki-laki.
c.       Ibu
d.      Nenek sampai keatas dari garis ibu
e.       Nenek sampai keatas dari garis ayah
f.       Saudara perempuan kandung
g.      Saudara perempuan seayah
h.      Yang Saudara perempuan seibu.
i.        Isteri
j.        Wanita yang memerdekakan

B.          Ditinjau dari sudut pembagian, Ahli waris terbagi dua yaitu : Ashhabul furudh dan Ashobah.
1.      Ashabul furudh  yaitu orang yang mendapat bagian tertentu. Terdiri dari
a.       Ditinjau dari dapat bagian ½ harta.
1)       Anak perempuan kalau sendiri
2)       Cucu perempuan kalau sendiri
3)       Saudara perempuan kandung kalau sendiri
4)       Saudara perempuan seayah kalau sendiri
5)       Suami
b.      Yang mendapat bagian ¼ harta
1)       Suami dengan anak atau cucu 
2)      Isteri  atau beberapa kalau tidak ada anak atau cucu
c.    Yang mendapat 1/8  
                                        Isteri atau beberapa isteri dengan anak atau cucu.
d.      Yang mendapat 2/3 
1)      Dua atau lebih anak perempuan
2)      Dua atau lebih cucu perempuan dari garis anak laki-laki
3)      Dua atau labih saudara perempuan kandung
4)      Dua atau lebih saudara perempuan seayah
e.       Yang  mendapat 1/3
1)      Ibu jika tidak ada anak, cucu dari grs anak laki-laki, dua saudara kandung/seayah atau seibu.
2)      Dua atau lebih anak ibu baik laki-laki atau perempuan
f.       Yang mendapat 1/6
1)      Ibu  bersama anak lk, cucu lk atau dua atau lebih saudara perempuan kandung atau perempuan seibu.
2)      Nenek garis ibu jika tidak ada ibu dan terus keatas
3)      Nenek  garis ayah jika tidak ada  ibu dan ayah  terus keatas
4)      Satu atau lebih cucu perempuan dari anak laki-laki bersama satu anak perempuan kandung
5)      Satu atau lebih saudara perempuan seayah bersama satu saudara perempuan kandung.
6)      Ayah bersama anak lk atau cucu lk
7)      Kakek jika tidak ada ayah
8)      Saudara seibu satu orang, baik laki-laki atau perempuan.
2.      Ashobah  yaitu orang yang tidak mendapat bagian tertentu
a.       Tertib ashobah binafsihi
1)      Anak laki-laki
2)      Cucu laki-laki dari anak laki-laki  terus kebawah
3)      Ayah
4)      Kakek dari garis ayah keatas
5)      Saudara laki-laki kandung
6)      Saudara laki-laki seayah
7)      Anak laki-laki saudara laki-laki kandung sampai kebawah
8)      Anak laki-laki saudara laki-laki seayah sampai kebawah
9)       Paman kandung
10)  Paman  seayah
11)  Anak laki-laki paman kandung sampai kebawah
12)  Anak laki-laki paman seayah sampai kebawah
13)  Laki-laki yang memerdekakan yang meninggal
                      
b.      Ashobah dengan saudaranya
1)      Anak perempuan bersama anak laki-laki atau cucu laki.
2)      Cucu perempuan bersama cucu laki-laki
3)      Saudara perempkuan kandung bersama saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah.
4)      Saudara perempuan seayah bersama saudara laki-laki seayah.
c.       Menghabiskan bagian tertentu
1)      Anak perempuan kandung satu orang bersama cucu perempuan satu atau lebih (2/3).
2)      Saudara perempuan kandung bersama saudara                       perempuan seayah (2/3)

C.          Orang tidak boleh menerima warisan.
1.      Orang yang yang membunuh mayat
2.      karena berbeda agama
3.      karena perbudakan


D.          Harta yang harus dikeluarkan sebelum dibagikan kepada ahli waris
1.      Biaya jenazah
2.      Utang yang belum dibayar
3.      Zakar yang belum dikeluarkan
4.      Wasiat


Cara menghitung dan membagikan warisan.
1. soal
A.meninggal dunia harta waris Rp 66.000.000.00. Ahli waris terdiri dari kakek,bapak, dan 2anak laki-laki. Berapa bagian masing-masing?
Jawab.
Bapak dapat bagian 1/6 Rp 66.000.000.00 = Rp 11.000.000.00
2 anak laki-laki adalah asobah Rp 66.000.000.00- Rp 11.000.000.00= Rp 55.000.000.00
seorang anak laki-laki adalah Rp 55.000.000.00 = Rp 27.500.000.00















BAB III
KESIMPULAN


Faraid adalah bentuk jamak dari al-faridhah yang bermakna sesuatu yang diwajibkan, atau pembagian yang telah ditentukan sesuai dengan kadarnya masing-masing. Ilmu faraid adalah ilmu yang mempelajari tentang perhitungan dan tata cara pembagian harta warisan untuk setiap ahli waris berdasarkan syariat Islam.

Dalam ayat-ayat mengenai waris di dalam Al-Qur’an, terutama ayat 11, 12 dan 176 pada surat An-Nisaa’. Allah SWT sedemikian detail dalam menjelaskan bagian warisan untuk setiap ahli waris, yaitu dari seperdua, seperempat, seperdelapan, dua pertiga, sepertiga, seperenam, dan seterusnya berikut dengan kondisi-kondisinya yang mungkin terjadi

Demikianlah, ilmu faraid merupakan pengetahuan dan kajian para sahabat dan orang-orang shaleh dahulu, sehingga menjadi jelas bahwasanya ilmu faraid termasuk ilmu yang mulia dan perkara-perkara yang penting di mana sandaran utama ilmu ini ialah dari Al-Qur’an dan sunnah Rasul-Nya. 

DAFTAR PUSTAKA



http://harispradipta.blogspot.com
http://opi.110mb.com/faraidweb/1_Pendahuluan.htm
http://fiqh-am.blogspot.com/2009/07/pengenalan-ilmu-faraid.html
http://hbis.wordpress.com/2007/12/11/mawaris/

 












Tidak ada komentar:

Posting Komentar